Rinjani. Aku sudah memimpikannya sedari dua tahun lalu. Namun selalu ada kendala. Terutama biaya, karena modal untuk kesana bisa dibilang banyak ubtuk ukuran mahasiswa. Tetapi tahun ini aku akhirnya dapat mewujudkannya.
Dalam pendakian kali ini aku memakai jasa salah satu travel agent. Kenapa? Karena susah mengajak teman-teman yang dulu sering mendaki bareng karena sekarang mereka sudah punya kesibukan masing-masing. Dengan memakai travel agent tentunya banyak kemudahannya juga. Memang sih biaya yang dikeluarkan jadi sedikit lebih mahal. Tapi kita juga bisa mendapatkan teman-teman baru. Lumayan sih kalo menurutku.
Aku ikut kloter tanggal 17 Juni 2018, padahal baru lebaran tanggal 15 Juni nya haha. Karena susah sih cari cuti di kantor, jadi harus pakai libur lebaran. Tiket pesawat sudah aku beli jauh hari, rencana aku berangkat dari Jogja tanggal 16 Juni lalu transit di Bali sebentar dan lanjut ke Lombok. Perkiraan pesawat sampai di Lombok pukul 12.30.
Sayangnya, apes. Ternyata pesawat yang akan membawaku dari Bali ke Lombok harus dimundurkan jadwalnya menjadi pukul 18.30. Dan itu baru aku sadari satu hari sebelum keberangkatan. Otomatis panik. Karena jemputan yang akan membawaku ke sembalun terakhir jam 13.00. Ya sudah lalu aku coba diskusi dengan guidenya. Kesepakatan kami janjian ketemu di Masbagik, sedangkan dari bandara ke Masbagik aku bisa naik damri.
Oke mulai dari Jogja. Aku berangkat dari Bandara Adi Sucipto pukul 06.00. Sampai di Bandara Ngurah Rai sekitar pukul 10.00 WITA. Jangan lupa untuk mengatur ulang jam nya wkwk. Karena pesawatku selanjutnya masih lama, aku putuskan untuk istirahat dulu di hotel terdekat. Sebenarnya bisa saja kalau mau jalan-jalan dulu mah, tapi takut kecapekan karena besoknya sudah mulai mendaki. Aku coba cari hotel dari travel*ka nemu satu yang lumayan murah. Lalu aku coba telpon, ternyata sudah tidak ada kamar yang kosong. Aku melihat di dekatku ada bapak-bapak yang menawarkan ojek ke para turis yang datang. Aku coba aja tanya hotel sama beliau, dan beliau memberi tahu salah satu hotel. Aku pun meng-iya-kan saja, sekalian minta diantar ke lokasi. Sampai di lokasi aku juga minta tolong bapaknya untuk jemput aku nanti sore.
Pukul 17.00 aku telpon bapaknya untuk jemput. Setelah sampai di bandara ternyata pesawatku delay jadi jam 20.30. Asem batinku. Khawatir aja aku tidak kebagian damri nantinya, kan susah. Sementara guide sudah menanyakan terus aku kira-kira sampai jam berapa. Aku menunggu di area smoking. Tempatnya cukup enak. Di rooftop, ada coffeshop, kita bisa melihat sunset dan juga pesawat yang hilir mudik. Suasananya pas sekali. Sayang, aku sendiri.
Pukul 20.00 pesawatku diumumkan. Segera aku naik ke pesawat. Kira-kira aku sampai di Lombok pukul 20.30. Setelah mendapatkan tasku, aku segera mencari loket penjualan tiket damri. Beruntung, bus yang melewati Masbagik masih ada satu jadwal terakhir. Setelah membeli tiket lalu aku naik ke bus. Tidak lama setelah itu bus berangkat. Keadaan bus tidak terlalu ramai, mungkin hanya isi separuhnya saja. Aku sampai di Masjid Masbagik sekitar pukul 21.00. Setelah turun aku menunggu jemputan di pos ojek di depan masjid. Sempat ditanya-tanyai mau kemana, aku jawab saja mau ke Rinjani. Lalu aku ditawari kopi. Lumayan ramah juga orang-orangnya. Tidak berselang lama ada bapak-bapak turun dari ojek di depan masjid. Tampilan bpak itu sangat sederhana. Hanya memakai kemeja, celana dan sandal jepit, dengan tas punggung. Dari obrolan yang kudengar sepertinya beliau mau sholat dulu disitu. Setelah ojeknya pergi, bapak itu duduk di sebelahku, lalu juga menanyakan tujuanku. Kami sempat mengobrol sebentar mengenai Rinjani juga.
Lalu aku ditelpon oleh bapak yang menjemputku, panggil saja Mas Beng. Aku beritahu posisiku dimana, dan tidak lama mobil Mas Beng sudah datang dan berhenti di depanku, ditemani Mas Gembel selaku guide. Mas Beng ini asli sembalun, kalau Mas Gembel asli Boyolali. Lalu aku pamit kepada bapak yang tadi untuk melanjutkan perjalanan. Setelah aku naik mobil bapak itu bertanya kepada Mas Beng. "Mau ke sembalun ya Mas?"
"Iya pak, gimana?"
"Saya boleh ikut ndak? Kebetulan saya juga mau kesana masih nyari barengan."
"Oh ya nggak apa-apa pak."
Ternyata bapak itu bermaksud untuk pergi ke sembalun juga. Agak heran sih awalnya. Lalu selama di perjalanan bapak ini banyak ngobrol dengan Mas Beng. Sepertinya bapak ini tahu banyak sekali. Dari situ aku juga belajar banyak. Ternyata bapak ini dulu salah satu penggerak yang mengurusi wisata di sembalun. Beliau banyak cerita mengenai program-program yang dulu pernah ia jalankan. Ia juga bercerita bagaimana masa mudanya dulu. Sepertinya dalam tubuh bapak yang sudah tua ini, terdapat banyak sekali pengalaman yang telah ia lalui.
Dari cerita beliau aku bisa bilang kalau bapak ini sekarang tinggal secara berpindah-pindah. Kenapa? Karena tadi niat awalnya mungkin menginap di masjid sambil menunggu barengan yang mungkin bisa ditumpangi ke Sembalun. Lalu sekarang beliau juga minta tolong diantar ke rumah salah satu tokoh masyarakat yang dikenal di Sembalun. Sepertinya beliau teman lama bapak itu.
Kami tiba di Sembalun pukul 23.00. Setelah sampai di tujuan, lalu bapak tadi memakai tas kresek di kepalanya sebagai penutup. Aku rasa itu bermaksud sebagai penghangat karena hawa di Sembalun memang dingin. Lalu bapak itu mengambil pisang di samping tas-nya yang tinggal separuh, dan ia berikan kepadaku sambil berkata,"Mas ini buat mas. Rejeki ini". Aku diam saja, tidak tau harus membalas apa selain terima kasih. Lalu bapak itu turun dan kami melanjutkan perjalanan ke rumah singgah.
Sampai di rumah singgah keadaan sudah sepi. Para peserta pendakian yang lain sudah tidur di dalam ruangan. Aku disuruh untuk tidur di dalam, tetapi ketika kulihat keadaan di dalam ruangan sudah begitu penuh. Jadi tidak enak kalu harus membangunkan yang lain untuk bergeser. Kenal saja belum.
Aku memutuskan untuk tidur diluar saja. Lalu aku mengambil jaket dan sleeping bag, dan tidur bersama para guide yang lain di pos.
Oh iya, karena aku datang terlambat aku jadi tidak kebagian makan malam. Laper deh kan belum makan dari tadi sore di Bali. Lalu aku ingat pisang pemberian bapak tadi. Aku makan saja lumayan ngisi perut. Setelah makan baru deh aku tidur.
Bapak tadi seperti menamparku. Menyadarkan bahwa rejeki bisa datang dari mana saja tanpa kita tahu. Seperti bapak tadi yang kebetulan bertemu kami dan ikut ke Sembalun, seperti aku yang belum makan malam dan diberi pisang olehnya.
Lanjut di hari kedua yaa..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar